Pada
zaman dahulu, sebagaimana teori emanasi yang dikemukakan Plato, orang
beranggapan bahwa mata manusia merupakan sumber cahaya dan cahaya yang
dipancarkan tersebut berfungsi seperti serabut peraba. Bila serabut peraba itu
mengenai suatu benda, maka akan nampaklah benda itu dalam penglihatan
manusia.
Namun,
beberapa abad kemudian anggapan orang tersebut terpatahkan oleh pertanyaan
Aristoteles: Bila mata manusia memiliki serabut peraba, mengapa manusia tidak
dapat melihat suatu benda di tempat yang gelap? Berawal dari pertanyaan
tersebut, muncul pemikiran baru bahwa manusia bisa melihat bukan hanya karena
memiliki mata, namun juga karena adanya dukungan cahaya. Namun ternyata,
pemikiran baru tersebut juga tidak sepenuhnya benar. Faktanya, ada banyak juga
orang yang memiliki mata dan berada di tempat yang terang, namun tidak dapat
melihat benda - benda di sekelilingnya.
Pada
masa kini, para ahli berpendapat bahwa ada 3 syarat yang harus terpenuhi agar
orang dapat melihat suatu benda, yaitu:
- Cahaya yang dipancarkan oleh benda yang menjadi
obyek penglihatan manusia itu harus dapat memasuki bolamata.
- Sistem optis bolamata harus cukup kejernihannya
dan mampu memfokuskan cahaya tepat pada retina.
- Sel-sel conus (Reseptor) retina harus mampu
mengubah rangsangan cahaya menjadi impul syaraf dan meneruskanya ke otak
untuk diolah menjadi sensasi penglihatan. Karena pada hakekatnya
penglihatan itu terjadi bukan di bolamata, melainkan diotak.
Jadi,
bukan mata yang memancarkan cahaya, namun benda lah yang memancarkan cahaya
(menjadi sumber cahaya) sehingga dapat dilihat oleh manusia. Suatu benda
disebut sebagai sumber cahaya primer jika cahaya yang dipancarkannya
dibangkitkan oleh benda itu sendiri. Namun, jika cahaya yang dipancarkan oleh
benda tersebut merupakan pantulan dari sumber cahaya lain, maka benda tersebut
dianggap sebagai sumber cahaya sekunder. Bila benda yang menjadi obyek
penglihatan manusia itu letaknya jauh dari bolamata, maka cahaya yang
dipancarkannya dianggap datangnya sejajar. Sebaliknya, bila benda yang menjadi
obyek penglihatan manusia itu letaknya dekat dengan bola mata, maka cahaya yang dipancarkannya dianggap
datangnya menyebar.
Sistem
optis dalam bola mata terdiri dari empat komponen, yang bila diurutkan dari
posisi terdepan yaitu : kornea, humor aqueus, lensa kristalin, dan vitreous
humor. Keempat komponen itulah yang disebut sebagai media refrakta atau media
pembias.
Kornea merupakan suatu jaringan yang transparan dan,
pada kondisi normal, tidak berpembuluh darah. Ujung jari kita dapat
menyentuhnya. Luas daerah kornea ini kira - kira sedikit lebih besar dari area
lingkaran berwarna coklat (pada kebanyakan orang Asia, dan biru pada orang
Eropa). Di area itulah lensa kontak menempel. Kornea mempunyai daya bias 36 s/d
50 dioptri.
Humor
Aqueus merupakan cairan bening yang mengisi bilik mata depan (suatu ruang yang
berada di antara kornea dan iris), dan bilik mata belakang (ruang yang berada
diantara iris dan lensa kristalin). Lensa kristalin, adalah jaringan yang
bersifat sebagaimana kornea, transparan dan tak berpembuluh darah. Bentuknya
kira - kira seperti kue apam, dan berdaya bias 19,11 s/d 33,06 dioptri.
Vitreous
humor adalah jaringan seperti agar - agar bening yang mengisi sebagian besar
bolamata. Bagian depan dibatasi oleh lensa kristalin, belakang oleh retina.
Cahaya
yang dipancarkan oleh suatu benda, masuk ke bola mata dan dibiaskan oleh
keempat komponen media refrakta tersebut hingga terfokus tepat di retina dan
membentuk bayangan mini dan terbalik dari benda tersebut. Mirip seperti yang
terjadi di dalam kamera pada saat digunakan untuk mengambil gambar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar